Wartawan atau Wartawang?
Saya pernah mewakili Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Sulawesi Selatan menghadiri pertemuan konsultasi dengan sejumlah anggota Komisi I DPR-RI, di Ruang Rapat Pimpinan Gubernur Sulsel.
Pertemuan itu cukup penting, karena pembicaraan menyangkut hajat hidup orang banyak, yakni sosialisasi RUU Peradilan Umum Militer. Bukan itu saja, yang hadir juga banyak orang “penting” di negara kita, seperti Letjen TNI Purn. Yunus Yosfiah.
Dalam pertemuan “setengah” rapat itu hadir sejumlah akademisi, tokoh masyarakat, perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan sejurnlah wartawan.
Yang menarik, seorang di antara hadirin memperkenalkan diri sebagai seorang wartawang. Saya terhenyak. Kaget bercampur malu. Bagaimana mungkin ada seorang rekan wartawan menyebut profesinya dengan kata wartawang. Orang Makassar bilang, okkot ki, karena kelebihan “vitamin G”.
Dalam kamus bahasa Indonesia karya Purwadarminta, warta diartikan sebagai berita, sedangkan akhiran “wan” dan “man” berarti lelaki yang mempunyai, sementara “wati” berarti perempuan yang mempunyai.
Dengan demikian, wartawan berarti lelaki yang mempunyai berita, sedangkan wartawati berarti perempuan yang mempunyai berita.
Lalu apa arti kata wartawang? Warta artinya berita, sedangkan “wang” mungkin berarti uang, yang dalam bahasa Makassar disebut doe’. Kalau digabung berarti berita uang.
Saya kemudian berkesimpulan bahwa rekan tadi hanya sa-lah sebut alias okkot ki. Namun ketika acara pertemuan “penting” itu sudah ber-akhir, orang yang mengaku “wartawang” itu tampak sibuk. Saya mendengar ia bertanya, mengapa tidak ada angpao-nya dan mengatakan tidak mungkin acara penting yang dihadiri anggota DPR RI itu tidak ada angpao-nya.
Mendengar ucapannya, saya akhirnya berkesimpulan bahwa ia benar-benar seorang “wartawang”, karena bukan hadir untuk mencari berita, melainkan memang untuk mencari uang atau berita yang “berbau uang.” (A Pasamangi Wawo, Wakil Ketua PWI Sulsel)
copyright@koranpwi, 9 Februari 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar