Sabtu, Februari 07, 2009

MA Minta Hakim Libatkan Dewan Pers

MA Minta Hakim Libatkan Dewan Pers

Wartawan Indonesia mendapat kado istimewa dari Mahkamah Agung (MA). Kado tersebut berupa Surat Edaran untuk para hakim di daerah berkaitan dengan banyaknya sengketa pemberitaan yang masuk pengadilan.
Mahkamah Agung meminta para hakim mengundang saksi ahli dari Dewan Pers setiap kali akan memutuskan kasus yang menyangkut delik pers.
“Karena mereka (Dewan Pers) paling tahu seluk-beluk pers secara teori dan praktek,” kata Ketua Mahkamah Agung, Harifin A. Tumpa, saat berdialog dengan perwakilan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), di Jakarta, pertengahan Januari 2009.
Surat edaran bertanggal 30 Desember 2008 itu telah disebarkan ke semua ketua pengadilan tinggi dan pengadilan negeri.
Keterangan saksi ahli dari Dewan Pers, kata Harifin, penting agar para hakim mendapatkan gambaran objektif tentang ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dalam menangani perkara pers, Mahkamah Agung sebenarnya telah mengedepankan mekanisme penggunaan hak jawab seperti diatur Undang-Undang Pers. Masalahnya, Mahkamah tidak bisa langsung memerintahkan para hakim di daerah menggunakan Undang-Undang Pers.
“Karena setiap hakim memiliki kebebasan dan independensi,” kata Harifin.
Yang bisa dilakukan Mahkamah Agung, adalah memberi contoh para hakim melalui putusan-putusan di tingkat kasasi. Harifin mencontohkan dua putusan Mahkamah Agung atas gugatan perdata yang diajukan pengusaha Tomy Winata terhadap majalah Tempo dan Koran Tempo.
Dalam kedua kasus itu, Pengadilan Negeri memu-tuskan Tempo kalah. Tapi Mahkamah Agung kemudian mengukuhkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memenangkan Tempo. Salah satu pertimbangannya, dalam mengadili perkara ini hakim Pengadilan Negeri tidak memakai Undang-Undang Pers.
“Kami berharap para hakim menjadikan putusan di tingkat kasasi itu sebagai acuan,” ujar Harifin.
Hambatan lain bagi hakim di daerah, katanya, terdapat dalam kelemahan Undang-Undang Pers itu sendiri. Dia menilai undang-undang yang disahkan pada awal era reformasi itu tak mengatur secara detail mekanisme penyelesaian perkara serta sanksi pidananya.
Agar bisa lebih melindungi pers dan kepentingan masyarakat, Undang-Undang Pers perlu diperbaiki.
“Sebaiknya organisasi seperti AJI mendorong revisi Undang-Undang Pers,” kata Harifin.
Ketua Umum AJI, Nezar Patria, berharap surat edaran yang baru dikeluarkan Mahkamah Agung bisa menjadi rujukan bagi para hakim di seluruh Indonesia. Aliansi Jurnalis menilai surat edaran tentang saksi ahli kasus pers itu sebagai terobosan penting.
“Agar pengadilan bisa memutuskan sengketa pers dengan lebih adil sesuai dengan amanat Undang-Undang Pers,” kata Nezar. (win/int)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar