Minggu, April 05, 2009

HPN dan Pemilu 2009


Hari Pers Nasional (HPN) dan Pemilihan Umum (Pemilu) memiliki beberapa kesamaan, antara lain sama-sama mengusung demokrasi dan kebebasan. Hari Pers Nasional adalah wujud demokrasi bagi kalangan pers atau wartawan.Peringatan HPN juga menjadi bukti adanya kebebasan pers, serta kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat melalui media massa.


HPN dan Pemilu 2009

Oleh: Asnawin

Hari Pers Nasional (HPN) dan Pemilihan Umum (Pemilu) memiliki beberapa kesamaan, antara lain sama-sama mengusung demokrasi dan kebebasan. Hari Pers Nasional adalah wujud demokrasi bagi kalangan pers atau wartawan.

Peringatan HPN juga menjadi bukti adanya kebebasan pers, serta kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat melalui media massa. Di era reformasi ini, masyarakat juga sudah bebas mendirikan lembaga penerbitan pers dan lembaga penyiaran, sehingga jumlahnya sudah sulit dihitung.

Pemilu juga merupakan wujud demokrasi bagi seluruh rakyat In-donesia. Di sana ada kebebasan dan kemerdekaan. Kebebasan itu dibuktikan dengan bebasnya masyarakat mendirikan partai politik, sehingga jumlah parpol peserta Pemilu tahun ini mencapai angka empat puluh. Sementara kemerde-kaan diwujudkan dengan kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat di hadapan umum, termasuk mengeritik duet pemerintahan SBY-JK.

Pers nasional mengemban sedikitnya empat fungsi, yakni memberikan informasi (yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan), mendidik, menghibur, serta melakukan kontrol sosial.

Hari Pers Nasional diperingati setiap 9 Februari, sedangkan Pemilu dilaksanakan lima tahun sekali. HPN tahun 2009 ini merupakan peringatan yang ke-63 kalinya dilaksanakan.

Peringatan HPN tingkat nasional sudah dilaksanakan di Jakarta pada 9 Februari lalu, sedangkan peringatan HPN tingkat Provinsi Sulsel akan dilaksanakan di Pangkep pada 25 Maret 2009 atau hanya sekitar dua pekan menjelang pelaksanaan Pemilu legislatif.

Sejarah mencatat, surat kabar pertama di Indonesia adalah Bataviase Nouvelles yang terbit pada bulan Agustus 1744. Surat kabar itu kemudian ditutup pada bulan Juni 1746, karena dilarang pemerintah Belanda di Eropa.

Surat kabar terbitan orang Belanda berikutnya baru muncul pada tahun 1817 dengan nama Mataviasch e Courant, kemudian muncul surat kabar-surat kabar Belanda berikutnya.

Pada tahun 1855 di Surabaya, terbit surat kabar pertama dalam bahasa Jawa, bernama Bromartani. Surat kabar pertama dalam bahasa Melayu adalah Soerat Kabar Bahasa Melaju, terbit di Surabaya pada tahun 1856.

Kemudian lahir pula Soerat Kabar Betawie tahun 1858, Selompret Melajoe (Semarang 1860), Bintang Timur (Surabaya 1862), Djoeroe Martani (Surabaya 1864) dan Biang Lala (Jakarta 1867).

Orang-orang Indonesia yang telah melibatkan diri dalam bidang pers masa itu tercatat antara lain; Wahidin Sudiro Husodo, Abdul Muis, Abdul Rivai, Danudirja Setiabudhi (Doewes Dekker), Ki Hajar Dewantara, RM Tirtohadisuryo, Marco Kartodikromo, dan RM Bintarti, dan sejumlah nama lainnya.

Dr Wahidin Sudiro Husodo, redaktur Majalah Retnodhoemilah Yogyakarta sejak tahun 1901, adalah pencetus gagasan pembentukan Budi Utomo. Pendiri Budi Utomo adalah Dr Sutomo, sedang tokoh-tokoh lainnya sejak awal adalah Dr Cipto Mangunkusumo, Dr Radjiman Widioningrat, dan Dr Danudirja Setiabudi.

Dalam sejarah, juga banyak wartawan dan penulis yang pernah dihukum oleh Belanda. Mereka antara lain R.Tahir Cindarbumi (Pemimpin Redaksi Soeara Oemoem di Surabaya), Amir Syarifuddin dan Mohammad Yamin (Daulat Ra’jat), Rangkayo Rasuna Said (Pemimpin Redaksi Menara Poetri, Medan), Bakrie Suriaatmadja, EM Dahlan, Siregar (Redaktur Panggilan), Yusuf Yahya (Pemimpin Redaksi Gledek, Bogor), Supangkat, Sujitno, Maruto Nitimihadjo dan Subari (Indonesia Raja), Sumawi, Adam Malik, Bratanata, SK Trimurti, dan Abdul Hakim. Mereka semua ini ditahan Belanda menjelang Perang Dunia ke II.

AM Sipahutar, Sumanang, dan Adam Malik adalah perintis berdirinya Kantor Berita ANTARA yang terbit pertama kali dalam bentuk buletin pada tanggal 13 Desember 1937. Seorang anggota pendiri lainnya adalah Pandu Kar-tawiguna.

Sehari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, sejumlah pemuda mengadakan pertemuan dengan Soekarno dan Mohammad Hatta, untuk mengumumkan kemerdekaan Indonesia.

Dalam pertemuan tanggal 16 malam, hadir dari golongan pers BM Diah dan meminta agar teks Proklamasi diperbanyak untuk disebarkan ke seluruh Indonesia. Khusus kepada wartawan yang bertugas di Domei ditugaskan untuk menyiarkan berita Proklamasi ke seluruh penjuru dunia.

Dalam semua kegiatan penting mengenai kenegaraan dan kebangsaan Indonesia selama bulan Agustus itu, sejumlah wartawan pejuang dan pejuang wartawan melibatkan diri secara aktif. Selain Bung Karno yang tercatat sebagai penulis di Banteng Priangan dan Bung Hatta di Daulat Ra’jat dan sejumlah tokoh pers.

Berita tentang proklamasi pertama disiarkan oleh para wartawan Indonesia di Domei dibawah pimpinan Adam Malik. Berita tentang Proklamasi disiarkan melalui radio-radio yang waktu itu dikuasai tentara Jepang.

Tokoh-tokoh pergerakan yang bekerja di stasiun-stasiun radio tercatat antara lain Maladi, Yusuf Ronodipuro dll.

Maladi kemudian memprakarsai usaha pendirian Radio Republik Indonesia (RRI), yang mencapai hasil pada tanggal 11 September 1945. Pada hari kelahiran RRI tercatat depalan ca-bang pertamanya, yaitu; Jakarta, Bandung, Purwokerto, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Malang dan Surabaya.

Presiden Pertama RI, Bung Karno mengatakan, jangan sekali-sekali melupakan sejarah yang sering disingkat Jas Merah. Sejarah pers nasional ini perlu kami angkat agar masyarakat pers dan masyarakat Indonesia pada umumnya mengetahui sejarahnya dan dapat memberi inspirasi.

Hasil perjuangan bangsa Indonesia yang di dalamnya juga termasuk para wartawan dan penulis artikel, kini telah kita nikmati bersama-sama. Indonesia sudah merdeka dan rakyat sudah menik-mati kebebasan.

Masyarakat pers telah menikmati kebebasan atau kemerdekaan pers, sedangkan rakyat Indonesia pada umumnya juga sudah menikmati kebebasan dalam membentuk partai politik dan memilih calon wakil-wakilnya di DPR, DPD, dan DPRD pada Pemilu 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar