Gunakan Pendekatan Akhlak dan Dakwah
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, juga angkat bicara mengenai fatwa MUI tersebut. Ia mengatatakan, para ulama dalam memutuskan sebuah fatwa hendaknya perlu mempertimbangkan kondisi masyarakat.
Persoalan halal haram apalagi yang menyangkut dosa tidak mesti selalu dilihat dari hukum fiqih, tetapi cukup dengan pendekatan akhlak dan dakwah.
Hal itu diungkapkan di sela-sela acara Milad Muhammadiyah ke-99 di Universitas Muhammadiyah Palembang, Rabu, 28 Januari 2009.
Meskipun fatwa merupakan kewenangan ulama, Din mengingatkan, para ulama harus arif dan bijaksana, dan selalu memperhatikan kondisi masyarakat.
“Seperi golput misalnya, tidak semua bisa dikaitkan dengan hukum agama halal dan haram”, sanggahnya.
Din menganjurkan kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya, sebagai manifestasi warga negara yang baik, dan memiliki tanggungjawab moral untuk melakukan perubahan lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta itu mengatakan, seharusnya MUI mengeluarkan fatwa-fatwa prioritas, yang berkaitan dengan persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia, seraya menyebutkan contoh fikih korupsi, bagaimana meningkatkan daya saing bangsa, memerangi kemalasan, dan sejenisnya.
“Bukan fatwa yang bersifat ad hoc atau kontroversi,” katanya.
Sedikit Berlebihan
Ketua Lembaga Hikmah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bahtiar Effendi mengatakan, para ulama memang memiliki tujuan yang baik agar masyarakat ikut pemilu, sehingga masyarakat berperan dan kesinambungan kepemimpinan terjamin.
Namun menurut guru besar UIN Jakarta ini, MUI sedikit berlebihan. Karena menurutnya, memilih dan tidak memilih itu hak setiap warga negara. Jadi tidak bisa diwajibkan. Terlebih kewajiban itu mengandung konsekuensi hukum.
Sebaiknya MUI mencabut fatwa itu, dan menggantikannya dengan anjuran, himbauan bahwa rakyat Indonesia sebaiknya ikut berpartisipasi dalam pemilu, dengan alasan untuk kelancaran praktek demokrasi di Indonesia.
Menurut Bahtiar, tak ada salahnya MUI mencabut fatwa seperti itu. Dalam negara yang berdemokrasi seperti kita, tak diperlukan lagi fatwa-fatwa seperti itu.
“Masak, saya tak memilih dalam pemilu kemudian dianggap berdosa,” tambah pengajar ilmu politik pascasarjana UI ini. (win/int)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar