Sabtu, Februari 07, 2009

Wartawan Indonesia Sempat Dilarang Masuk ke Gaza

Wartawan Indonesia Sempat Dilarang Masuk ke Gaza

Tak mudah bagi wartawan untuk meliput peristiwa serangan militer Israel ke wilayah Palestina. Sejumlah wartawan media cetak dan elektronik dari Indonesia, bersama puluhan wartawan mancenagara, sempat dilarang masuk ke Jalur Gaza dan mereka harus menunggu beberapa hari untuk melakukan peliputan di wilayah tersebut.
Wartawan dari Indonesia berjumlah tujuh orang, yakni Hanibal Widada Yudya (ANTV), Musthofa Rahman (Kompas), Akbar Pribadi Brahmana Aji (Tempo), Trias Kuncahyono (Kompas), Andi Jauhari (Antara), Mahendro Wisnu Wardono (Metro TV), dan Ismail Fahmi (TV One).
Otoritas pemerintah Mesir melarang wartawan asing masuk ke Jalur Gaza. Larangan itu membuat banyak wartawan kecewa, karena mereka sudah mengurus semua perijinan dan termasuk pernyataan dari kedutaan besar masing-masing, agar bisa meliput kondisi Jalur Gaza setelah 22 hari dibombardir pasukan Israel.
Para wartawan itu diusir begitu tiba di perbatasan Rafah. Mereka berjumlah sekitar 70 orang dari berbagai negara seperti AS, Belanda, Austria, Norwegia, Slovenia, Belgia, Jerman, Australia, Irlandia, Inggris, Prancis, Jepang, Indonesia, dan Turki.
“Kami menempuh jalan yang panjang untuk sampai ke Rafah guna meliput Gaza pascaagresi Israel, dan sekarang mereka mengatakan bahwa kami tidak bisa masuk ke Gaza,” keluh seorang wartawan.
Menurut sejumlah pejabat keamanan Mesir, mereka melarang wartawan asing masuk ke Gaza karena dikomplain Israel. Kepada Mesir, Israel menyatakan keberatan dengan kehadiran wartawan asing di Gaza. Israel merujuk kesepakatan perbatasan tahun 2005 yang memberikan kewenangan pada Israel untuk menentukan siapa saja yang boleh masuk ke Gaza dari perbatasan Mesir.
Pihak Israel menegaskan bahwa wartawan yang ingin mendapat akses ke Gaza harus mendapatkan ijin dari perbata-san Israel di Karam Abu Salem yang jaraknya sekitar 4 kilometer dari perbatasan Rafah. Na-mun para wartawan menolak perintah itu karena mereka ingin melakukan perjalanan langsung dari Mesir ke Jalur Gaza.
Para wartawan yang marah berkumpul di pintu gerbang perbatasan Rafah, mereka me-ngacung-acungkan dokumen sebagai bukti bahwa mereka sudah memenuhi persyaratan untuk masuk ke Gaza. Beberapa wartawan menelpon kedutaan besar mereka untuk menyampaikan protes.
Namun beberapa hari kemudian, tanpa alasan yang jelas, pihak keamanan Mesir tiba-tiba membolehkan juru warta itu masuk ke Gaza.
“Kami masuk bersama semua wartawan yang menunggu di perbatasan selama lebih dari dua pekan,” kata Akbar beberapa jam selah kakinya menginjak bumi Palestina, Rabu malam, 21 Januari 2009.
Beberapa hari kemudian, dua wartawan Indonesia yakni Mahendro Wisnu Wardono dan juru kamera Sadudin Muklis dari Metro TV, masuk ke Jalur Gaza lagi, di saat hampir semua wartawan Indonesia lainnya telah keluar dari kawasan tersebut setelah mereka melakukan peliputan.
“Ya, saya ditugaskan oleh kantor untuk masuk ke Jalur Gaza lagi. Hanya saja, saat masuk yang kedua kali ini, pejabat perbatasan di Jalur Gaza sempat mengajukan pertanyaan tentang sikap kami atas serangan Israel dan perlawanan pejuang Gerakan Perjuangan Islam Palestina (Hamas) atas agresi Israel itu,” kata Mahendro Wisnu Wardono.
Pertanyaan yang diajukan kepada wartawan—yang waktunya sekitar 30 menit—sepertinya ingin mengetahui sejauh mana objektivitas laporan para wartawan yang sudah diizinkan masuk ke Kota Gaza, apakah seimbang, mendukung perjuangan Hamas atau bahkan pro kebijakan Israel. (win/int)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar